Unit 1
Menggali Ide Pendiri Bangsa
tentang Dasar Negara
1. Tujuan Pembelajaran
Pada unit ini peserta didik diharapkan mampu membandingkan cara pandang
para pendiri bangsa tentang rumusan dan isi Pancasila. Termasuk di dalamnya juga
pandangan para pendiri bangsa tentang hubungan agama dan negara terkait frasa
“Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya”
dalam Piagam Jakarta.
2. Aktivitas Belajar 1
Pada bagian ini, pertama-tama kalian diminta untuk mengisi tabel KWL. KWL adalah
singkatan dari What I Know, What I Want to Know, dan What I Learned, yang berarti
“Apa yang saya tahu”, “Apa yang saya ingin ketahui”, dan “Apa yang telah saya ketahui”.
Pertama-tama kalian perlu mengisi dua kolom di awal pembelajaran. Berikut
panduan pertanyaan untuk mengisi tabel KWL:
a. Berdasarkan materi PPKn pada kelas sebelumnya, apa yang telah kalian ketahui
tentang Pancasila? Secara lebih spesiik, apa yang kalian ketahui tentang sejarah
lahirnya Pancasila?
b. Berdasarkan pengetahuan kalian sebelumnya, tuliskan apa yang ingin kalian ke-
tahui lebih mendalam tentang Pancasila?
Aktivitas Belajar Mengisi KWL
Saya Tahu ...
diisi di awal pembelajaran
Saya Ingin Tahu …
diisi di awal pembelajaran
Saya Telah Ketahui ...
diisi di akhir pembelajaran
Setelah mengisi tabel KWL, mari kita baca artikel
berikut untuk mengetahui bagaimana pemikiran para
pendiri bangsa tentang Indonesia Merdeka.
Ide-Ide Pendiri Bangsa tentang Negara Merdeka
Perjuangan bangsa Indonesia untuk keluar dari penjajahan melewati fase panjang.
Dalam catatan sejarah disebutkan bahwa kekalahan Belanda atas Jepang dalam
perang Asia Timur Raya menyebabkan bangsa Indonesia terlepas dari penjajahan
Belanda menuju ke penjajahan Jepang. Jepang dapat menguasai wilayah Indonesia
setelah Belanda menyerah di Kalijati, Subang, Jawa Barat pada 8 Maret 1942. Jepang
menggunakan sejumlah semboyan, seperti “Jepang Pelindung Asia”, “Jepang Cahaya
Asia”, “Jepang Saudara Tua”, untuk menarik simpati bangsa Indonesia.Namun, kemenangan Jepang ini tidak bertahan lama, karena pihak Sekutu (Inggris,
Amerika Serikat, dan Belanda) melakukan serangan balasan kepada Jepang untuk
merebut kembali Indonesia. Sekutu berhasil menguasai sejumlah daerah. Mencermati
situasi yang semakin terdesak tersebut, pada peringatan Pembangunan Djawa Baroe
pada 1 Maret 1945, Jepang mengumumkan rencananya untuk membentuk Dokuritsu
Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan/BPUPK).
Jepang pun mewujudkan janjinya dengan
membentuk Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdeka-
an/BPUPK) pada 29 April 1945 bersamaan de-
ngan hari ulang tahun Kaisar Hirohito, atas izin
Panglima Letnan Jenderal Kumakichi Harada.
Di dalam BPUPK, terdapat dua badan; 1) Badan
Perundingan atau Badan Persidangan, 2) Kantor
Tata Usaha atau sekretariat. Badan Perundingan
diisi oleh seorang kaico (ketua), dua orang fuku
kaico (ketua muda atau wakil ketua) dan 62 orang
iin atau anggota. Termasuk juga dalam BPUPK
ini adalah 7 orang Jepang berstatus sebagai
pengurus istimewa yang bertugas mengawasi.
BPUPK sendiri diketuai oleh KRT Radjiman Wedyodiningrat dengan Wakil
Ketua Ichibangase Yosio dan Raden Pandji Soeroso. BPUPK ini melaksanakan 2 kali
sidang; 1) 29 Mei-1 Juni 1945 membahas tentang Dasar Negara, 2) 10-17 Juli 1945
membahas tentang Rancangan Undang-Undang Dasar.
Berdasarkan sejumlah naskah, ada sejumlah tokoh yang turut menyampaikan
pidato pada sidang pertama BPUPK, 29 Mei-1 Juni 1945. Beberapa sumber menye-
butkan bahwa pada sidang pertama BPUPK selama empat hari, terdapat 32 anggota
BPUPK yang menyampaikan pidato, yaitu: 11 orang pada 29 Mei, 10 orang pada 30
Mei, 6 orang pada 31 Mei, serta 5 orang pada 1 Juni 1945.Koleksi Pringgodigdo menyebutkan beberapa nama yang berpidato pada 29 Mei
1945, yaitu: Margono, Sosrodiningrat, Soemitro, Wiranatakoesoema, Woerjaningrat,
Soerjo, Soesanto, Soedirman, Dasaad, Rooseno, dan Aris. Sementara itu, pada 30
Mei 1945, ada sembilan tokoh yang berpidato pada sidang BPUPK, yaitu: M. Hatta,
H. Agoes Salim, Samsoedin, Wongsonagoro, Soerachman, Soewandi, A. Rachim,
Soekiman, dan Soetardjo. Adapun pada sidang BPUPK tanggal 31 Mei 1945, ada empat
belas tokoh yang menyampaikan pidato, yaitu: Soepomo, Abdul Kadir, Hendromartono,
Mohammad Yamin, Sanoesi, Liem Koen Hian, Moenandar, Dahler, Soekarno, Ki
Bagoes Hadikoesoemo, Koesoema Atmaja, Oei Tjong Hauw, Parada Harahap, dan
Boentaran. Sementara pada tanggal 1 Juni, anggota BPUPK yang menyampaikan pidato
di antaranya Baswedan, Mudzakkir, Otto Iskandardinata, dan Soekarno.
Sekurang-kurangnya terdapat tiga pokok bahasan dalam sidang BPUPK
berkenaan dengan dasar negara, yaitu: 1), apakah Indonesia akan dijadikan sebagai
negara kesatuan atau negara federal (bondstaat) atau negara perserikatan (statenbond),
2), masalah hubungan agama dan negara, dan 3), apakah negara akan menjadi
republik atau kerajaan.
Selain mendiskusi-
kanz secara lisan (pida-
to), para anggota BPUPK
juga diminta memberikan
usulan secara tertulis un-
tuk kemudian diserahkan
ke sekretariat atau Kantor
Tata Usaha. Untuk me-
nampung berbagai usulan
pemikiran para pendiri
bangsa, dibentuklah pa-
nitia kecil yang berjumlah
delapan orang.
Sebelum membaca pemikiran para pendiri bangsa tentang negara merdeka,
ada beberapa informasi penting yang perlu diketahui:
; Pada umumya, kita mengetahui bahwa terdapat 3 tokoh yang
menyampaikan pidato pada sidang pertama (29 Mei-1 Juni 1945), yaitu
Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Namun, tahukah kamu
bahwa tokoh lain juga berpidato, seperti Sumitro, Margono, Sanusi,
Sosrodiningrat, Wiranatakusuma, dan lain sebagainya. Hal tersebut
karena anggota BPUPK ditugaskan untuk membahas dasar negara,
bukan sekedar menjadi pendengar pasif.
; Dokumen otentik tentang jalannya persidangan BPUPK sempat
dinyatakan hilang. Sebelumnya, yang menjadi rujukan utama adalah
Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 karya Mohammad Yamin.
; Ada dua dokumen penting terkait dengan dokumentasi sidang BPUPK.
Pertama, dokumen Mr. AG Pringgodigdo adalah arsip berupa notula
tulisan tangan dan catatan stenograi yang dikerjakan oleh staf kemudian
diserahkan kepada Mr. AG Pringgodigdo yang menjabat sebagai Wakil
Kepala Kantor Tata Usaha BPUPK yang bertugas mendokumentasikan
jalannya sidang. Kedua, dokumen Mr. AK Pringgodigdo adalah catatan
dari Mr. AK Pringgodigdo selaku pegawai tinggi Gunseikan (Panglima
Tentara Militer Jepang), yang hadir dalam sidang BPUPK dan PPKI
guna membuat dokumentasi untuk selanjutnya diinformasikan kepada
Gunseikan.
; JCT Simorangkir saat menyusun disertasi doktoralnya menemukan data
mengenai sidang BPUPK di Algemeen Rijksarchief (kini National Archief,
NA). Data tersebut sangat dimungkinkan adalah arsip otentik risalah
BPUPK yang dipegang Mr. AK Pringgodigdo yang disita Belanda saat
Agresi Militer II. AB Kusuma datang ke Algemeen Rijksarchief pada 1991
untuk melihat arsip tersebut. Ternyata arsip Mr. AK Pringgodigdo sudah
dikembalikan ke Indonesia melalui Arsip Nasional Republik Indonesia
(ANRI) pada 1989. Ketika AB Kusuma mencoba mendatangi ANRI, lebih
mengejutkan lagi, ternyata di sana terdapat arsip BPUPK yang dipegang
oleh Mr. AK Pringgodigdo (arsip yang sudah dikembalikan Belanda) dan
arsip yang dipegang Mr. AG Pringgodigdo.
Biograi Mohammad Yamin
Mohamad Yamin lahir di Sumatera Barat pada 24 Agustus 1903, wafat
pada 17 Oktober 1962. Pendidikan dasarnya ditempuh di Hollandsch-
Inlandsche School (HIS) Palembang. Kemudian ia melanjutkan ke
Algemeene Middelbare School (AMS) Yogyakarta. Di sekolah AMS ini, ia
belajar sejarah purbakala dan berbagai bahasa seperti Yunani dan Latin. Ia
berencana melanjutkan pendidikan ke Belanda, tetapi diurungkan karena
ayahnya wafat. Akhirnya ia melanjutkan kuliah ke Rechtshoogeschool te
Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta yang kelak menjadi Fakultas
Hukum Universitas Indonesia. Ia berhasil memperoleh gelar Meester in
de Rechten (Sarjana Hukum) pada 1932.
Yamin adalah seorang penulis dan aktivis. Ia melahirkan banyak
karya. Ia juga aktif Jong Sumatranen Bond. Pada tahun 1942, ia menjadi
anggota Partindo. Setelah Partindo bubar, ia menjadi anggota Volksra-
ad Gerindo. Pada saat pendudukan Jepang, Yamin bertugas pada Pusat
Tenaga Rakyat (PUTERA). Pada tahun 1945, ia terpilih menjadi anggota
BPUPK.
Setelah Indonesia merdeka, ia pernah menjadi Anggota DPR RI, Menteri Kehakiman (1951-1952), Menteri
Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan (1953-1955), Menteri Urusan Sosial dan Budaya (1959-1960), Ketua
Dewan Perancang Nasional, Ketua Dewan Pengawas IKBN Antara (1961-1962), Menteri Penerangan (1962-1963)
Selain itu, Mohammad Yamin disebutkan membuat konsep tertulis tentang
Indonesia merdeka, yang isinya berbeda dengan isi pidatonya. Dalam konsep
tertulisnya, Mohammad Yamin menuliskan lima poin bagi Indonesia merdeka, yaitu:
a. Ketuhanan Yang Maha Esa;
b. Kebangsaan persatuan Indonesia;
c. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab;
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan;
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Soepomo
“Maka teranglah Tuan-tuan yang terhormat, bahwa jika kita hendak mendirikan negara In-
donesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat corak masyarakat Indonesia, maka negara kita
harus berdasar atas aliran pikiran (staatsidee) negara yang integralistik, negara yang bersatu
dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-golongannya dalam lapangan
apa pun.”
Demikian salah satu cuplikan pidato Soepomo dalam sidang pertama BPUPK
pada 31 Mei 1945. Ia merupakan tokoh penting dalam merumuskan dasar negara.
Pada 31 Mei 1945, Soepomo juga menyampaikan pidato di BPUPK. Soepomo
berbicara mengenai struktur sosial bangsa Indonesia yang ditopang oleh semangat
persatuan hidup, semangat kekeluargaan, keseimbangan lahir batin masyarakat, yang
senantiasa bermusyawarah dengan rakyatnya demi menyelenggarakan keinsyafan ke-
adilan rakyat. Nugroho Notosutanto menafsirkan bahwa Soepomo menyampaikan
lima dasar bagi negara merdeka, yaitu: (1) Persatuan, (2) Kekeluargaan, (3) Keseim-
bangan lahir dan batin, (4) Musyawarah, (5) Keadilan rakyat.
Dalam pidato ini, Soepomo juga menyebutkan mengenai aliran pikiran (staatsidee)
Indonesia nantinya, yaitu negara yang integralistik. Dalam konteks hubungan agama
dan negara, Soepomo memiliki pandangan yang sama dengan pidato pemikiran
Mohammad Hatta pada 30 Mei 1945, yaitu pemisahan agama dan negara. Urusan
keagamaan harus dipisahkan dengan urusan kenegaraan.
Mari kita baca beberapa pokok pikiran yang disampaikan Soepomo pada sidang
BPUPK tanggal 31 Mei 1945, yang dimuat dalam Naskah Persiapan karya Mohammad
Yamin.
Tentang sjarat mutlak lain-lainnja, pertama tentang daerah, saja mufakat dengan pendapat
jang mengatakan: "Pada dasarnja Indonesia, jang harus meliputi batas Hindia-Belanda”. Akan
tetapi djikalau misalnja daerah Indonesia lain, umpamanja negeri Malaka, Borneo Utara hen-
dak ingin djuga masuk lingkungan Indonesia, hal itu kami tidak keberatan. Sudah tentu itu
bukan kita sadja jang akan menentukan, akan tetapi djuga pihak saudara-saudara jang ada di
Malaka dan Borneo Utara.Tentang sjarat mutlak kedua, hal rakjat sebagai warga-negara. Pada dasarnja ialah, sebagai
warga-negara jang mempunjai kebang saan Indonesia, dengan sendirinja bangsa Indonesia
Asli. Bangsa Peranakan, Tionghoa, India, Arab jang telah berturun-temurun tinggal di
Indonesia dan sebagai baru sadja diuraikan oleh anggota jang terhormat Dahler, mempunjai
kehendak jang sungguh-sungguh untuk turut bersatu dengan bangsa Indonesia jang asli,
harus diterima sebagai warga-negara dengan diberi kebangsaan Indonesia (nasionaliteit
Indonesia).
Sjarat mutlak jang ketiga, ialah Pemerintah daulat menurut hukum internasional.
Djikalau kita hendak membitjarakan tentang dasar sistim pemerintahan jang hendak kita pa-
kai untuk Negara Indonesia, maka dasar sistim pemerintahan itu bergantung kepada Staat-
sidee, kepada "begrip” "staat” (negara) jang hendak kita pakai untuk pembangunan Negara
Indonesia. Menurut dasar apa Negara Indonesia akan didirikan? Oleh anggota jang terhormat
Moh. Hatta dan lain-lain pembitjara dikemukakan 3 soal ialah:
Pertama , apakah Indonesia akan berdiri sebagai persatuan negara (eenheidsstaat) atau negara
serikat (Bondstaat) atau sebagai persekutuan negara (Statenbond).
Biograi Soepomo
Prof. Dr. Soepomo lahir pada Sukoharjo, Jawa Tengah pada 22 Januari 1903. Soepomo
berkesempatan meneruskan pendidikannya di ELS (Europeesche Lagere School),
setara sekolah dasar di Boyolali (1917). Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya
di MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) di Solo (1920) dan menyelesaikan
pendidikan kejuruan hukum di Bataviasche Rechtsschool di Batavia pada tahun 1923.
Lalu, Soepomo ditunjuk sebagai pegawai pemerintah kolonial Hindia Belanda yang
diperbantukan pada Ketua Pengadilan Negeri Sragen.
Antara tahun 1924 dan 1927, Soepomo mendapat kesempatan melanjutkan
pendidikannya ke Rijksuniversiteit Leiden di Belanda di bawah bimbingan Cornelis
van Vollenhoven, profesor hukum yang dikenal sebagai "arsitek" ilmu hukum adat
Indonesia dan ahli hukum internasional, salah satu konseptor Liga Bangsa Bangsa.
Tesis doktornya yang berjudul Reorganisatie van het Agrarisch Stelsel in het Gewest Soerakarta (Reorgani-
sasi sistem agraria di wilayah Surakarta) tidak saja mengupas sistem agraria tradisional di Surakarta, tetapi juga
secara tajam menganalisis hukum-hukum kolonial yang berkaitan dengan pertanahan di wilayah Surakarta (Pompe
1993). Soepomo meninggal dalam usia muda akibat serangan jantung di Jakarta pada 12 September 1958 dan
dimakamkan di Solo.
Soekarno
Soekarno mengawali pidatonya tanpa teks pada 1 Juni 1945. Dalam pidatonya, ia
memberikan catatan kritis terhadap para anggota BPUPK yang telah menyampaikan
pidato di forum itu. Soekarno menilai bahwa isi pidato mereka tidak menjawab per-
tanyaan pokok yang diajukan oleh Radjiman Wedyodiningrat selaku ketua BPUPK.
"Maaf, beribu maaf! Banjak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan
hal-hal jang sebenarnja bukan permintaan Paduka tuan Ketua jang mulia, jaitu bukan dasar-
nja Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saja jang diminta oleh Paduka tuan Ketua jang
mulia ialah, dalam bahasa Belanda 'Philosoische grondslag' dari pada Indonesia Merdeka.
Philosoische grondslag itulah pundamen, ilsafat, pikiran jang sedalam-dalamnja, djiwa, has-
jrat-jang-sedalam-dalamnja untuk diatasnja didirikan gedung Indonesia Merdeka jang kekal
dan abadi. Hal ini nanti akan saja kemukakan, Paduka tuan Ketua jang mulia, tetapi lebih
dahulu izinkanlah saja membitjarakan, memberitahukan kepada tuan-tuan sekalian, apakah
jang saja artikan dengan perkataan 'merdeka'."
Secara tersirat, Soekarno memberikan respons terhadap pidato-pidato sebelumnya,
khususnya yang disampaikan oleh Soepomo tentang hukum internasional, tentang
syarat negara merdeka, yaitu bumi (tanah air), rakyat dan pemerintah.
"Tuan-tuan sekalian! Kita sekarang menghadapi satu saat jang maha penting. Tidakkah kita
mengetahui, sebagaimana telah di utarakan oleh berpuluh-puluh pembitjara, bahwa sebe-
narnja internationaalrecht, hukum internasional, menggampangkan pekerdjaan kita? Untuk
menjusun, mengadakan, mengakui satu negara jang merdeka, tidak diadakan sjarat jang
neko-neko, jang men-djelimet, tidak! Sjaratnja sekedar bumi, rakjat, pemerintah jang teguh!
Ini sudah tjukup untuk internationaalreclit. Tjukup, saudara-saudara. Asal ada buminja ada
rakjatnja, ada pemerintahnja, kemudian diakui oleh salah satu negara jang lain, jang merdeka
inilah jang sudah bernama: merdeka. Tidak perduli rakjat dapat batja atau tidak, tidak per-
duli rakjat hebat ekonominja atau tidak, tidak perduli rakjat bodoh atau pintar, asal menurut
hukum inter nasional mempunjai sjarat-sjarat suatu negara merdeka, jaitu ada rakjatnja, ada
buminja dan ada pemerintahnja, — sudahlah ia merdeka."
Kemudian, Soekarno memaparkan betapa pentingnya philosophische grondslag
atau weltanschauung bagi berdirinya sebuah negara. Istilah Pancasila philosophische
grondslag berasal dari bahasa Belanda, sebuah terminologi yang sudah dipahami oleh
anggota BPUPK. Kata philosophische bermakna ilsafat, sementara grondslag berarti
norma (lag), dasar (grands).
Soekarno kemudian menyampaikan bahwa dasar negara Indonesia Merdeka
yang pertama adalah Kebangsaan Indonesia.
"Kita hendak mendirikan suatu negara "semua buat semua”. Bukan buat satu orang, bukan
buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan jang kaja, — tetapi “semua
buat semua”. Inilali salah satu dasar pikiran jang nanti akan saja kupas lagi. Maka, jang selalu
mendengung didalam saja punja djiwa, bukan sadja didalam beberapa hari didalam sidang
Dokuritu Zyunbi Tyoosakai ini, akan tetapi sedjak tahun 1918, 25 tahun lebih, ialah: Dasar
pertama, jang baik didjadikan dasar buat Negara Indonesia, ialah dasar kebangsaan.Biograi Soekarno
Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno,
lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970.
Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai.
Semasa hidupnya, Soekarno mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari
istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan
Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu. Sedangkan dari istri Ratna
Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto, mempunyai anak
Kartika.
Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di
Blitar. Semasa SD hingga tamat, Soekarno tinggal di Surabaya, indekos di rumah
Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian
melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno menggembleng jiwa na-
sionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool
atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar "Ir" pada 25 Mei 1926.
Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4
Juli 1927, dengan tujuan Indonesia merdeka. Akibatnya, Belanda memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung
pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia
Menggugat, Soekarno menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah be-
bas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, Soekarno kem-
bali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian, dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemer-
dekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPK tanggal 1 Juni 1945, Soekarno mengemukakan gagasan
tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Pada 17 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta mem-
proklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945, Soekarno terpilih secara aklamasi
sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Sebelumnya, Soekarno juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi)
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Soekarno berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha
menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin melalui Konferensi Asia Afrika di Bandung pada
1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.
Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas per-
tanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus
memburuk, hingga akhirnya pada Minggu, 21 Juni 1970, Soekarno meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan
di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jawa Timur di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai.
Pemerintah menganugerahkannya sebagai "Pahlawan Proklamasi".
Soekarno kemudian mengajukan dasar negara yang kedua.
"Kita bukan sadja harus mendirikan Negara Indonesia Merdeka tetapi kita harus menudju
pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa.
Djustru inilah prinsip saja jang kedua. Inilah ilosoisch principe jang nomor dua, jang saja
usulkan kepada tuan-tuan, jang boleh saja namakan “internasionalisme”. Tetapi djikalau saja
katakan internasionalisme, bukanlah saja bermaksud kosmopolitisme , jang tidak mau adanja
kebangsaau, jang mengatakan tidak ada Indonesia, tidak ada Nippon, tidak ada Birma, tidak
ada Inggris, tidak ada Amerika dan lain-lainnjaSoekarno kembali melanjutkan kepada dasar negara yang ketiga.
"Kemudian, apakah dasar jang ke-3? Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar
permusjawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara
untuk satu golongan walaupun golongan kaja. Tetapi kita mendirikan negara “semua buat
semua”, satu buat semua, semua buat satu”. Saja jakin, bahwa sjarat jang mutlak untuk kuatnja
Negara Indonesia ialah permu sjawaratan, perwakilan."
Kemudian, Soekarno melanjutkan dengan prinsip yang keempat.
"Prinsip No. 4 sekarang saja usulkan. Saja didalam 3 hari ini belum mendengarkan prinsip
itu, jaitu prinsip kesedjahteraan, prinsip: tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia
Merdeka. Sajakatakantadi: prinsipnja San Min Chu I ialah Mintsu, Min Chuan, Min Cheng:
nationalism, democracy, socialism. Maka prinsip kita harus: Apakah kita mau Indonesia
Merdeka, jang kaum kapitalnja meradjalela, ataukah jang semua rakjatnja sedjahtera, jang
semua orang tjukup makan, tjukup pakaian, hidup dalam kesedjahteraan, merasa di pangku
oleh Ibu Pertiwi jang tjukup memberi sandang-pangan kepadanja? Mana jang kita pilih,
saudara-saudara? Djangan saudara kira, bahwa kalau Badan Perwakilan Rakjat sudah ada,,
kita dengan sendirinja sudah mentjapai kesedjahteraan ini. Kita sudah lihat, dinegara-negara
Eropah adalah Badan Perwakilan, adalah parlemen taire d́mocratie. Tetapi tidakkah di
Eropah djustru kaum kapitalis meradjaĺla?"
Prinsip yang kelima menurut Soekarno.
"Saudara-saudara, apakah prinsip ke-5? Saja telah mengemukakan 4 prinsip:
1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme, atau peri-kemanusiaan.
3. Mufakat, atau demokrasi.
4. Kesedjahteraan sosial.
Prinsip Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan jang Maha Esa.
Prinsip Ketuhanan! Bukan sadja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang
Indonesia hendaknja ber-Tulian. Tuhannja sendiri. Jang Kristen menjembali Tuhan menurut
petundjuk Isa al Masih, jang belum ber-Tuhan menurut petundjuk Nabi Muhammad s.a.w.,
orang Buddha mendjalankan ibadatnja menurut kitab-kitab jang ada padanja. Tetapi marilah
kita semuanja ber- Tuhan. Hendaknja Negara Indonesia ialah negara jang tiap-tiap orangnja
dapat menjembali Tuhannja dengan tjara jang leluasa. Segenap rakjat hendaknja ber-Tuhan
setjara kebudajaan, ja’ni dengan tiada "egoisme-agama” . Dan hendaknja Negara Indonesia
satu Negara jang bertuhan!"
Kelima prinsip dasar atau philosophische grondslag atau weltanschauung tersebut
oleh Soekarno tidak disebut dengan Panca Dharma. Dengan petunjuk temannya yang
ahli bahasa, kelima prinsip tersebut dinamakan sebagai Pancasila.
"Namanja bukan Pantja Dharma, tetapi saja namakan ini dengan petundjuk seorang teman
kita ahli bahasa—namanja ialah Pantja Sila. Sila artinja azas atau dasar, dan diatas kelima
dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi. (Tepuk tangan riuh)."